Jumat, 24 Desember 2010

RUKUN IMAN YANG KE-6


Iman Kepada Qadha dan Qadar Allah

Beriman lepda qadha dan qadar allah artinya mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa semua yang terjadi pada diri manusia dan segala yang ada di dunia ini sudah ditentukan oleh Allah, dan Allah lah yang menetapkan dan memutuskan baik buruknya, menyenangkan dan tidak menyenangkan atas kehendak-Nya.

Akan tetapi, manusia tidak boleh menyerah begitu saja menunggu nasib tanpa berusaha sebab Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha manusia dan Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya sendiri.

Fungsi iman kepada qadha dan qadar Allah itu ialah:
a.       Melath diri untuk bersyukur dan bersabar. Artinya bersyukur ketika mendapatkan anugerah dan bersabar ketika mengalami musibah.
b.      Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa. Artinya segala keberhasilan dan kegagalan itu pada dasarnya dari Allah, maka tatkala berhasil janganlah sombong dan ketika mengalami kegagalan jangan berputus asa.
c.       Mendorong sifat optimis dan giat bekerja sebab manusia itu tidak tahu takdir apa yang akan dialaminya.
d.      Menciptakan ketentuan yang tenang, artinya ia akan selalu merasa puas dengan ketentuan Allah manakala ia telah berusaha dan bertawakal.[1]


dengan membicarakan soal qadha dan qadar, menurut apa yang telah diuaraikan dalam nash-nash syari’ah. Sekalipun kita diwajibkan untuk mempercayai serta mengimaninya, kita dilarang untuk berlebih-lebihan memperdalam pembicaraannya. Hanya saja karena kita harus mempercayainya, maka untuk memberi tafsirannya baiklah kita mengupas pembahasan secukupnya sebagaimana di bawah ini.

Kaum Maturidiyah berkata bahwa qadar ialah sesuatu yang telah dijadikan sebagai batas oleh Allah Swt. Yaitu sejak zaman azali yakni batas untuk para makhlukmenurut apa yang dikehendaki ole-Nya. Ini mengenai hal-hal yang baik atau buruk, berguna atau bahaya, dan lain-lain lagi. Soal ini bersangkutan dengan sifat ilmunya Allah. Adapun qadha, yaitu allah mengadakan sesuatu itu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dalam qadarnya sejak zaman azali. Jadi, ini pun sama dengan qadar, dan berhubungan dengan sifatilmunya Allah Swt. Serta qudrah-Nya. Di muka telah diuraikan yaitu membicarakan apa-apa yang berhubungan dengan itu, dan karena bahaya kebodohan dalam ilmu tauhid ini sudah merajalela maka para ulama menyerukan bahwa cukuplah kita meyakini wajibnya mengimani kepada qadha dan qadar itu, apalagi dalam hadis-hadis yang sahih pun telah banyak diuraikan pula tentang hal ini.

Namun demikian, sekalipun telah menjadi kewajiban kita untuk mengimani qadha dan qadar, tetapi sama sekali tidak boleh kita gunakan sebagai alasan ketika hendak menjalankan kemaksiatan bahwa itun adalah dari kehendak Allah Swt. Semata-mata. Misalnya, seorang berkata “Allah telah mentakdirkan aku berzina.” Ia bermaksud bahwa takdir Allahlah yang menyebabkan ia sampai berbuat keji itu. Syara’ agama pun dapat membantahnya. Misalnya. “dari mana engkau bahwa sejak zaman azali engkau telah di takdirkan oleh Allah Swt berbuat zina itu” orang itu pasti tidak dapat mengetahuinya. Jadi, ia melakukan zina itu semata-mata karena keberaniannya melakukan dosa dan karena tidak dapat mengekang hawa nafsunya. Oleh karena itu, ia harus dituntut menurut hukum-hukum yang telah ditentukan dalam agama islam. Sebab mungkin ada orang-orang yang mengelakkan dirinya dari hukum  syara’ itu dengan beralasan demikian. Dengan alasan taqdir itu tetap tidak dapat dihiindarkan dari had-had(hukum-hukum) yang sudah ditentukan menurut ajaran syara’ kita.[2]
 


[1] [2] Ath-Thobari. Al-jisr. Afandiy. Sayyid husein. Memperkokoh aqidah islamiyah. Pustaka setia. 1999. bandungt


[1]  Zainuddin. A. S. Ag.DKK. Al-Islam 1(aqidah dan ibadah). Pustaka setia.1999.bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar